Kamis, 27 Desember 2012

Proses Kreatif Teater Omponk : Hujan Masih Mengungsi Di Negeri yang Lain, Tribut Buat Afrizal Malna (1)


Materi  Audio Video : Video Art Urban Room Project dan Hujan Di Pagi Hari (Afrizal Malna), Threefingers (Radiohead)
Puisi : Seperti Apakah Januari Itu, Halaman Belakang Bulan Januari, Hujan Di Pagi Hari, Dada (Afrizal Malna)
TEKS
ACTIONS
SEPERTI APAKAH JANUARI ITU
Seperti apakah sakit perut dan gatal-gatalmu januari besok, sayangku? Seperti cintaku padamu, seperti langit jam 5 pagi di punggungmu. Seperti jam 5 pagi aku memelukmu dan bibirmu terbuka memperlihatkan sebuah kebun. Awan-awan berwarna hijau di tanganku tidak terlalu berat, sedikit lebih padat seperti batu-batu giok dari afghan di lehermu.
Aku mencium lehermu, sebuah teluk dalam lorong waktu. Pantai yang tiba-tiba tumbuh dan anak-anak telanjang berkejaran mengejar waktu. Mereka menangkapnya, seperti memegang ujung benang layang-layang di masa kanakmu.(...)  

HALAMAN BELAKANG BULAN JANUARI
Engkau tak bisa merekat nyanyian burung, menjelang hujan, di halaman belakang bulan januari. Hujan masih mengungsi di negeri yang lain, sejak keretamu menerjang bulan januari dari politik pisang goreng. Engkau juga tak mengerti, bulan januari akan datang setahun lagi. Datang bersama bulan april. Dia akan datang dengan bibir-bibir emas, dari keris yang engkau sembunyikan di punggungmu. Engku tak bisa merekat nyanyian burung pada langkah-langkahnya.(...)

HUJAN DI PAGI HARI
Tidak seperti yang pernah dibayangkan, dunia tinggal satu-satunya alasan untuk menjelaskan keadaan kita.
Kata-kata berlewatan tanpa memerlukan seorang pembicara pun di situ.
Kita menatap, kaca dalam diri sendiri basah. Kisah-kisah lampau tak lagi mengirim kabar, terbongkar dari ikatan-ikatannya.
Semua yang dibuat, tak bisa lagi jadi penjelasan hari-hari kita. Membacakan lagi kisah-kisah: kita bukan pusat segala-galanya, bukan?
Kita mencium bau tubuh sendiri di situ, seperti mencium bau obat-obatan. Dan mengusik lagi satu cerita: tak ada lagi darah yang mengalir di lehermu.
Kita pernah membuat rumah, sebuah dunia, tetapi dengan merasa heran kita bertanya: ke mana mau pulang?
Segala yang bergerak diam-diam sedang mengubah dirinya sendiri, hanya untuk mengenali kembali jalan-jalan yang pernah dilalui.

DADA
Sehari. Waktu sama sekali tak ada, Dada. Bumi terbaring dalam tangan yang tidur. Sehari. Aku bermimpi jadi manusia, Dada. Sehari. Dada. Sehari. Semua terbaring dalam waktu tak ada, Dada.
Membaca kenapa harus membaca, bagaimana harus dibaca,
Orang-orang terbaring dalam tangan yang tidur. Sehari. Dada. Sehari. Menulis kenapa harus menulis, bagaimana harus ditulis.
Sehari. Waktu tidak menanam apa-apa, Dada. Hanya hidup, membaca yang tak terduga.
Sehari. Menjadi manusia terbakar dalam mimpi sendiri. Sehari. Sehari.
Pemain memutar tali. Koreografis. Komposisi rendah-tinggi. Surrealis.
Jalan jongkok ngesot di atas lantai yang licin.
Pemain memakai untaian-untaian bola pada rambutnya.
Ekspresi datar, berkumpul bergerombol, celingak-celinguk, planga-plongo.
Mengambil buku, membaca buku.
Pemain menggotong baskom dengan semangka di dalamnya.
Pemain berjatuhan ke dalam baskom seperti cover buku Arsitektur Hujan. Manekin jatuh ke baskom.
Ada pemain yang memakai baju bermotif tutul-tutul warna-warni.
Pemain membawa payung. Memutar. Gemetar. Menegang.
Pemain menghancurkan semangka.
Pemain diam hening, menyelami kekhusyukan teks.
Pemain menutup payung.
Pemain tidur dan bermimpi jadi manusia. Sleepwalker. Membelai satu sama lain. Berteriak tanpa suara.
Pemain menabur pelangi.
Pemain bermain yoyo.
Dua sendok nasi disuguhan.
Pemain cuci muka dengan lelehan buah semangka.
By Teater Omponk

2 komentar: